Bu Sih, Bu Patri
Berkerut tak membuatnya takut
Bu Sujiati, Bu Bari
Bermimpi manjadi qari’
Bu Paini, Bu Yunita
Kesungguhan terpancar di matanya
Selasa malam
Senandung itu senantiasa berdendang
Lantunkan tenaga
Melawan rona-rona wajah yang menua
Namun,
Pada penguasa rindunya membahana
Mengejar, bagai roda di aspal surga
Bu,
Setitik bahagia mendesir, aku rasa
Bu,
Kurindu malamnya Selasa
Showing posts with label puisi. Show all posts
Showing posts with label puisi. Show all posts
Tuesday, 21 April 2009
Thursday, 2 April 2009
Hijau, Kunig, dan Hijau
Subuh menabuh, teriring cinta yang menghijau
Kecupan, bagai daun bergerak membelai
Subuhku tumbuh, sekerat kalbu terus ingin merindu
Hijau, bukan sekedar kuning dan biru
Hijau, kasih yang tak semu
Tapi, kecupan itu tiba-tiba menguning
Terpoles kuas sampai mengering
Hambar, selepas pecahan kata
Tak perlu lama
Meski bukan sebuah kecupan
Aku merasakan getarannya
Mendekat, menyemai hingga akhirnya menghijau
Hijau tak sekedar kuning dan biru
Tapi hijau yang selalu untukmu
Juga untukku
Kecupan, bagai daun bergerak membelai
Subuhku tumbuh, sekerat kalbu terus ingin merindu
Hijau, bukan sekedar kuning dan biru
Hijau, kasih yang tak semu
Tapi, kecupan itu tiba-tiba menguning
Terpoles kuas sampai mengering
Hambar, selepas pecahan kata
Tak perlu lama
Meski bukan sebuah kecupan
Aku merasakan getarannya
Mendekat, menyemai hingga akhirnya menghijau
Hijau tak sekedar kuning dan biru
Tapi hijau yang selalu untukmu
Juga untukku
Monday, 16 March 2009
Aku dalam Manusia
Tergantung, dan nasibku menggantung
Sekilas dipandang, selanjutnya dibuang
Jajaran angka dan bilangan
Kadang diingat, kadang dilupakan
Aku dalam manusia
Entah digenggam atau dilepaskannya
Aku tetap jajaran angka
Aku tetap jajaran bilangan yang tak mampu berbicara
Satu, dua, tiga puluh satu juga ada
Meski aku dalam manusia
Tapi aku adalah senjata
Menghunus yang membius
Membunuh yang membuangku jauh
Sekilas dipandang, selanjutnya dibuang
Jajaran angka dan bilangan
Kadang diingat, kadang dilupakan
Aku dalam manusia
Entah digenggam atau dilepaskannya
Aku tetap jajaran angka
Aku tetap jajaran bilangan yang tak mampu berbicara
Satu, dua, tiga puluh satu juga ada
Meski aku dalam manusia
Tapi aku adalah senjata
Menghunus yang membius
Membunuh yang membuangku jauh
Monday, 1 December 2008
Kelelawar Siang
Bergelanyut, diam tapi hidup
Bersama langit-langit kira-kira 5 meter
Di kayu-kayu coklat tempatnya bertengger
Anaknya mengalun sayup-sayup
Mengiringi langkah, saatku berkeringat
Memberi nada-nada alam, saatku meninjukan jari-jari
Kelelawar siang
Aduh, sebenarnya kau membuatku kesal
Andai kupunya senapan tak mematikan
Kuraih dan mengusirmu keluar
Aku tak jahat
Keluar? Itu kan harapanmu terdalam?
Kau tak takut apa mati kelaparan?
Kelelawar siang
Mataku beratus sudah memandang
Tapi kau masih gamang
Untuk apa kau di atas cagak?
Bukankah langit malam arenamu berkacak?
Masih bergelanyut, bahkan terhanyut
Kelelawar siang lelap
Menelurkan tahi-tahi pekat
Tanpa sadar membuat gusar
Aku merengut
Mejaku tak kunikmati lahap
Kursiku termangu-mangu mengajak minggat
Aku gregetan, gusar!
Bersama langit-langit kira-kira 5 meter
Di kayu-kayu coklat tempatnya bertengger
Anaknya mengalun sayup-sayup
Mengiringi langkah, saatku berkeringat
Memberi nada-nada alam, saatku meninjukan jari-jari
Kelelawar siang
Aduh, sebenarnya kau membuatku kesal
Andai kupunya senapan tak mematikan
Kuraih dan mengusirmu keluar
Aku tak jahat
Keluar? Itu kan harapanmu terdalam?
Kau tak takut apa mati kelaparan?
Kelelawar siang
Mataku beratus sudah memandang
Tapi kau masih gamang
Untuk apa kau di atas cagak?
Bukankah langit malam arenamu berkacak?
Masih bergelanyut, bahkan terhanyut
Kelelawar siang lelap
Menelurkan tahi-tahi pekat
Tanpa sadar membuat gusar
Aku merengut
Mejaku tak kunikmati lahap
Kursiku termangu-mangu mengajak minggat
Aku gregetan, gusar!
Subscribe to:
Posts (Atom)